Aku teringat taman tempat perjamuan kita.Begitu indah, dengan bunga-bunga semerbak, pohon-pohon dengan buah menjuntai. Semua tampak indah.
Lalu kini, ilalang taman kita mulai meninggi. Telah lama kita tak berkunjung, saling bertukar cerita walau hanya guyonan biasa. Menyemai tawa meski tangis menganak tertahan. Kumbang-kumbang dan bunga-bunga pun tampak sepi, meski saling berbagi. Tanpa kita, tanpa cerita, tanpa tawa, tanpa bahagia dan tanpa kabar
Wahai gadis berwajah cahaya
Gelisah ini terus saja menjadi lauk utama hari-hari
dan resah menjadi bumbu penyedapnya
Aku sebenar karang yang merindu lautan, sebenar rindu pasir-pasir pantai terhadap ombak
Iya...
Ini perihal rindu mencair, yang basah di siku hatiku
Mulai mencari hilir dari gelisah kerinduannya lewati bilik-bilik jejalan sunyi
Menuju rindumu yang mulai membusung merah. Kita tetap dalam lakon yang biasa, menganggap semua tiada meski sebenar hati saling meronta menabrak segala dinding keinginannya: bertemu dengan rindumu
Ibarat gelembung yang nyaris pecah akibat terus di ditiup
Amat terasa menyakitkan menahannya, perihal kealpaan kita: rindu dua jiwa
aku akan tetap setia pada rindu ini
pada gelisah atas namamu
terhadap resah atas hatimu
akan perjalanan kisah ini, engkau dan aku
dalam sebenar penantian menuju singgasana sakral
; ijab yang nantinya akan kulayangkan, yang telah lama engkau nantikan...
Medan, Januari 2013
0 komentar:
Posting Komentar