Eceng Gondok: Masalah Danau Toba yang Menguntungkan
Gerakan perubahan seorang Perempuan German boru Siallagan
Danau toba dengan segala
pesonanya mampu membius mata para peserta PJTLN (Pelatihan Jurnalistik Tingkat
Lanjut Nasional) Salam Ulos 2013 yang diselenggarakan oleh rekan-rekan pers
kampus dari Suara USU. Sebanyak 20 orang peserta bergerak dari tempat lokasi pelatihan di Mes
Pemkab Simalungun menuju salah satu tepian danau toba dan menunggu kapal yang
digunakan untuk menyebrang menuju Pulau Samosir, dengan tujuan berkunjung
sekaligus diskusi ke rumah salah seorang penggerak perubahan dan mungkin bisa
dikatakan sebagai pahlawan untuk lingkungan yang ada di Danau Toba – Annette
Horschmann. Tidak hanya kami dan panita
yang ikut, Andreas Harsono berserta istri dan anaknya – Sapariah Saturi dan
Diana turut hadir. Marandus Sirait juga ikut serta bersama kami, yang juga
selaku penggerak perubahan terhadap lingkungan –Danau Toba khususnya.
Tidak terlalu lama menunggu,
kapal jemputan kami pun tiba. Panita mempersilahkan peserta untuk segera naik
ke kapal. Setelah semua naik, nahkoda pun menghidupakn mesin kapal yang
suaranya seperti mesin bubut ayam.
“dutdutdutdut-dutdutdutdut-dutdutdutdut.”
Bising suara kapal terdengar.
Kapal bergerak mundur
perlahan. Silau dan hangatnya mentari pagi membuat sebagian peserta nyinyir
kepanasan, namun mereka tetap bersemangat. Badan kapal berbalik perlahan dan
kami siap menuju sebrang.
Sepanjang jalan, begitu banyak yang dapat di
lihat. Tidak hanya pemandangan alam yang mempesona tapi juga culture masyarakat adat yang menarik
untuk dinikmati. Tidak sedikit dari mereka yang naik perahu kecil, dari sekadar
untuk bersantai, kemudian mencari ikan dan ada yang sibuk menggeser eceng
gondok ke tepian danau mengenakan gala. Ini sungguh menyenangkan. Saya jadi
tertarik untuk mencobanya.
Diskusi Santai di Tabo Cottages
Tidak terasa 20 menit
beralalu. Tabo Cottages, tulisan
yang saya lihat pada sebuah plang kayu berwarna coklat tua, dengan warna merah
maroon pada garis atas yang terdapat dihuruf
“T” untuk Tabo. Menandakan kami telah sampai di lokasi tujuan, dan kapal
pun meratap perlahan.
“wha… akhirnya sampai juga.”
terdengar lepas lega salah seorang di kapal yang tak tau siapa.
Kami turun dari kapal, dan
ternyata di bawah Annette telah menunggu. Tak ingin melepas kesempatan kami
semua saling berjabat tangan dan mengabadikan moment bersejarah ini. Selesai
berfoto, semua diarahkan ke salah satu tempat yang mengarah pada sebuah surau
(tempat berkumpul)/gazebo dengan atap ijuk hitam dan tiang yang dibuat dari
bambu dengan ikat tali bewarna hitam. Tempat yang santai. Langit-langitnya juga
berupa bambu yang disusun apik. Tanaman, ditambah kicau burung dan udara sejuk
benar-benar memberikan nuansa alam yang sempurna.
Semua sampai, dan telah
mengambil posisi nyaman duduknya. Diskusi pun dimulai. Annette yang berkulit
putih mengenakan pakaian hijau dengan motif bunga bewarna putih dengan tato
kecil pada kaki kirinya itu duduk santai diantara peserta dan panitia. Memulai
pembicaraan dengan memperkenalkan dirinya.
Annette Horschmann |
Diskusi berjalan
menyenangkan, dengan pembawaan Annette yang humor. Ia menjelaskan bagaimana
Danau Toba yang indah ternyata banyak menyimpan sinyal-sinyal bahaya yang tidak
lain dan tidak bukan akibat ulah manusia.
Akan tetapi masih banyak dari kita yang tidak sadar akan hal tersebut,
termasuk mayarakat adat setempat. Mayoritas penduduk di Danau Toba menganggap semua aman-aman saja. Padahal, semua hanya
tinggal persoalan waktu, dan menunggu kehancuran. Akan tetapi Annete yang
memang cinta akan alam dan keindahan melihat hal tersebut.
Annete yang juga
penyuka traveling menyatakan jatuh cinta dengan Indonesia, tepatnya Danau
Toba. Hingga ia akhirnya menemukan cinta di tanah Batak ini. Ketika 20 tahun
lalu datang ke Danau Toba sampai dengan sekarang ia telah berniat akan
menjadikan Danau Toba menjadi lebih baik. Meskipun ia dianggap Crazy oleh keluarga dan kerabatnya, ia
tidak perduli.
Salah satu kegilaannya
adalah mengubah sesuatu yang dinaggap sampah menjadi berharga dan memiliki
nilai jual. Eceng gondok, merupakan salah satu masalah yang ada di Danau Toba.
Sebuah bunga yang biasanya dibiarkan
tumbuh di tiap-tiap kolam karena keindahan ketika mekar ini, kini
menjadi virus bagi Danau Toba.
Perseberahan dan pertumbuhannya yang tidak stabil menjadikan ini masalah. Mereka terus tumbuh dan tumbuh hingga akhirnya membentuk seperti pulau-pulau. Meskipun ini hanya persolan estetika, akan tetapi ini berdampak pada perkembangan wisata pada tahun-tahun berikutnya.
Perseberahan dan pertumbuhannya yang tidak stabil menjadikan ini masalah. Mereka terus tumbuh dan tumbuh hingga akhirnya membentuk seperti pulau-pulau. Meskipun ini hanya persolan estetika, akan tetapi ini berdampak pada perkembangan wisata pada tahun-tahun berikutnya.
Namun, Annette datang dan
mencoba menyadarkan masyarakat adat setempat dengan aksi kecil yaitu mengangkat
eceng gondok tersebut dari danau.
“So, tidak ada solusi lain
daripada mengangkat.” Ujar Annette disela diskusi.
Tidak hanya mengangkat eceng
gondok tersebut, tetapi Annette mengolahnya menjadi pupuk kompos. Awalnya ia
tidak menyadari, namun ketika eceng gondok tersebut ia letakkan di tanah yang
akan ditimbun, ternyata tanahnya menjadi gembur. Ketika ditanami jagung, betapa
terkejutnya ia melihat tinggi pohon jagung tersebut mencapai empat meter. Luar
biasa. Ditengah diskusinya, Annette memperagakannya dengan menaikkan tangan
kanannya lebih tinggi dari kepala. Hal tersebut dikarenakan eceng gondok
mengandung NPK (Nitrogen, Fospat dan Kalium) yang tinggi, yang mampu
menyuburkan dan menggemburkan tanah.
Banyak orang yang mencari
dimana tempat membeli kompos, namun ternyata pasar untuk penjualan kompos
tersebut masih sulit. Annette mencoba memberikan solusi kepada masyarakat adat
setempat untuk membuat kompos sendiri.
“ daripada membeli lebih
baik kita membuatnya sendiri” ujar boru sillagan itu.
Annette pun mencari informasi bagaimana cara
untuk membuat kompos, hingga akhirnya ia
menemukan informasi yang membuatnya semakin bersemangat lagi. Seperti magic, ia pun berhasil walau dengan
pengetahuan yang terbatas. Meskipun ini dilakukannya hanya sebagai sampingan,
akan tetapi banyak yang mencari komposnya tersebut. Terkadang ketika ada permintaan
dari luar, dari para artis bahkan. Maka ia akan meminta bantuan dari
pemuda-pemuda setempat untuk membuatnya.
Ini adalah peluang emas yang
sebenarnya menjadi lahan untuk bisnis yang menjanjikan. Bagaimana tidak, tanpa
modal besar kita bisa meraup untung yang
lumayan. Karena telah banyak orang yang sadar penggunaan pupuk non-organik
tidak menguntungkan dan berbahaya tentunya bagi kesuburan tanah. Akhirnya
mereka pun beralih pada yang alami “back
to nature”. Sebenarnya tidak hanya kompos, kita juga dapat menyhulap eceng
gondok menjadi barang-barang kerajinan tangan
yang menarik seperti tempat lampu, piring dan sebagainya yang di buat
dengan cara dianyam.
Kegiatan Annette merupakan
salah satu kegiatan yang dapat dilakukan untuk menjaga dan melindungi tanah dan
bumi Tuhan. Hanya satu gerakan kecil, namun akhirnya menjadi model yang baik
untuk di contoh. Kita tidak perlu terus-terusan mengikuti seminar dan workshop
lingkungan kalau goal-nya tidak
jelas, for what kalau kita hanya
mampu secara teori, akan tetapi secara praktek tak ada pergerakan dan realisasi
yang nyata.
0 komentar:
Posting Komentar