03/07/15

Realita Pendidikan Inklusif

             All children can learn!!

            Yup, setiap anak memang dapat belajar, dan seyogyanya mendapatkan pendidikan yang setara. Karena sejatinya pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap orang untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat.  Pada pasal 31 Ayat (1) menerangkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.  Dimana hal tersebut  berlaku untuk semua warga negara, tanpa terkecuali. Termasuk mereka yang memiliki perbedaan kemampuan intelegensi maupun fisik. Serta tertuang dalam UU Nomor 20 tahun 2003 bahwa setiap anak yang memiliki gangguan perkembangan fisik dan mental namun cerdas dan memiliki bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan seperti layaknya anak normal, dalam linkungan yang sama dengan keberagaman yang ada di dalamnya.

            Sampai dengan saat ini kehidupan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Indonesia masih tergolong sangat di kesampingkan. Di Sumatera Utara sendiri, masih banyaknya kita lihat kendala dan kesulitan yang mereka hadapi untuk dapat hidup layak. Mulai dari aksesbilitas dan kehidupan sosial. Nasib pendidikan mereka pun belum memiliki kejelasan. Sehingga untuk masa depan mereka pun masih terlihat ‘abu-abu’. Padahal dibalik keterbatasannya, mereka juga dapat menjadi anak-anak yang luar biasa.

             Untuk mengatasi hal tersebut, dewasa ini telah muncul yang namanya Pendidikan Inklusif. Pendidikan yang diperuntukkan bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Merupakan sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan ABK untuk belajar di kelas umum pada sekolah regular, dengan menyesuaikan kemampuan dan kebutuhan yang mereka miliki. Biasanya, mereka juga di dampingi oleh guru khusus. Pendidikan Inklusif sendiri bertujuan untuk memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua ABK untuk mendapatkan pendidikan yang layak sesuai dengan kebutuhannya, serta menciptakan sistem pendidikan yang menghargai keberagaman, tidak diskriminatif dan ramah terhadap pembelajaran. Yang menjadi pertanyaan, bagaimana terhadap sekolah yang belum siap menerapkan pendidikan inklusif namun tetap menerima mereka yang berkebutuhan khusus?

            Jelas, bahwa pendidikan inklusif memiliki tanggung jawab besar untuk membuat ABK dapat memperoleh hak yang sama. Disamping pendidikan di dalam keluarga. Dengan bantuan guru khusus sebagai pendamping dalam  menjalani proses belajar. Syaratnya adalah sekolah tersebut harus siap terlebih dahulu. Persiapan tersebut  antara lain mulai dari kurikulum,  sarana dan prasarana, tenaga pendidik dan kependidikan, sistem pembelajaran sampai pada sisitem penilaian. Artinya, bukan siswa yang menyesuaikan diri.

             Namun, beberapa sekolah yang ada di Medan sendiri ternyata masih belum siap untuk itu. Akan tetapi mereka tetap menerima mereka yang berkebutuhan khusus. Alhasil, anak-anak yang tadinya butuh perhatian lebih, pada akhirnya terabaikan. Salah satunya, tidak adanya peran guru pendamping pada sekolah tersebut, kemudian muatan materi ajar yang ada pada kurikulum yang belum di sesuaikan. Membuat si anak menjadi tertinggal dalam pelajaran. Membuat ia semakin terpuruk. Belum, lagi sikap dari rekan-rekan sejawatnya. Pada akhirnya, orang tua pun berupaya melakukan hal-hal yang seharusnya tidak perlu dilakukan. Seperti meminta bantuan kepada guru untuk meluluskan anaknya pada saat ujian. Menaikkan nilai-nilainya agar si anak lulus dari sekolah tersebut. Dengan ucapan “kasihan loh pak/bu. Kita kan tau anak kita seperti itu. Nanti kalu tidak di luluskan, kita yang berdosa loh”. Lantas, apa bisa dengan hal tersebut membuat si anak siap untuk mengahadapi kehidupan nyata dan hidup normal? Sepertinya jauh dari harapan.

 

             Lalu, siapa yang harus disalahkan. Sekolah, guru, pemerintah atau orang tua yang tidak cermat memilihkan sekolah untuk anaknya dan masih berpikiran dangkal?

 

            Pada dasarnya semua harus berperan. Pemerintah sebagai pemangku kebijakan harus memperhatikan sekolah-sekolah yang ada, untuk benar-benar siap, bukan asal sok siap. Guru juga harus dibekali dengan ilmu yang sepadan dan sesuai dengan kebutuhan mereka. Apalagi sekolah, harus siap menerima tantangan tersebut dengan optimis. Kemudian orang tua, yang harus pandai-pandai memilih sekolah yang sesuai dengan anak meraka. Kalau memang tidak ingin menyekolahkan anak di SLB, maka pilihlah sekolah regular yang telah memenuhi syarat untuk mereka mendapatkan pendidikan inklusif, yang benar-benar inklusif. Karena mereka layak dan pantas mendapatkannya. Mereka adalah istimewa.

1 komentar:

  1. Awalnya aku hanya mencoba main togel akibat adanya hutang yang sangat banyak dan akhirnya aku buka internet mencari aki yang bisa membantu orang akhirnya di situ lah ak bisa meliat nmor nya AKI NAWE terus aku berpikir aku harus hubungi AKI NAWE meskipun itu dilarang agama ,apa boleh buat nasip sudah jadi bubur,dan akhirnya aku menemukan seorang aki.ternyata alhamdulillah AKI NAWE bisa membantu saya juga dan aku dapat mengubah hidup yang jauh lebih baik berkat bantuan AKI NAWE dgn waktu yang singkat aku sudah membuktikan namanya keajaiban satu hari bisa merubah hidup ,kita yang penting kita tdk boleh putus hasa dan harus berusaha insya allah kita pasti meliat hasil nya sendiri. siapa tau anda berminat silakan hubungi AKI NAWE Di Nmr 085--->"218--->"379--->''259'

    BalasHapus

 

Statistik

Blog M

BLOGger Medan